Search This Blog

Sunday, August 01, 2004

MA, AKU INGIN SEPERTI TEMANKU!

MA, AKU INGIN SEPERTI TEMANKU!
"Ma, aku paling senang sama Yuli. Dia baik. Suka kasih aku kue. Kemarin Yuli beli boneka. Bagus deh, Ma. Beliin aku boneka seperti kepunyaan Yuli ya Ma," ujar Nita (5) pada ibundanya, Diana.

Sebenarnya bagi ibu Diana, soal membelikan boneka itu bukan masalah besar, hanya saja Nita begitu mengidolakan Yuli. Sedikit-sedikit Yuli. Baju yang dipakai Nita harus mirip Yuli, ikat kepang rambutnya mesti persis milik Yuli juga. Sampai ya itu tadi bonekanya pun minta dibelikan seperti punya Yuli. Itulah yang membuat Ibu Diana bingung.

Menurut Rozamon Anwar, Psi., tingkah laku si prasekolah yang mengidolakan teman merupakan hal wajar. Di usia menjelang 5 tahun kemampuan bersosialisasi anak semakin berkembang. Dia berkenalan dengan banyak teman, baik di sekolah (TK) maupun di lingkungan rumahnya. Jadi sah-sah saja kalau si kecil memilih teman bermain yang dianggapnya cocok. Sewajar bila ia kemudian mengidolakan teman yang disukainya itu.

Pada umumnya, teman yang menjadi idola anak memiliki kelebihan ataupun daya tarik tertentu bagi si kecil. Misalnya, enak diajak berteman, suka memberi, suka membantu, tidak nakal, tidak jahil, pintar, dan sebagainya. "Intinya ia dan sang idola dapat menjalin kerja sama dengan baik sehingga aktivitas bermainnya begitu menyenangkan dan membuatnya nyaman. Tak ada yang namanya jahil-jahilan," papar psikolog dari RSIA Hermina Depok ini.

Lalu kenapa kok si kecil sampai meniru-niru semua yang dilakukan sang idola? Sekali lagi, psikolog yang akrab disapa Oche ini menyatakan, hal itu tidak aneh. Setiap anak akan mencari model peniruan dari orang yang memiliki hubungan dekat dengannya. Nah, karena frekuensi bermainnya dengan sang idola begitu sering dan hubungan pertemanan mereka terjalin akrab, akhirnya semua perbuatannya ditiru. Misalnya, ketika sang idola mewarnai gambar dengan pensil warna hijau, si anak ikut meniru menggunakan pensil dengan warna yang sama. Contoh lain, anak juga ingin mempunyai benda-benda, mainan atau boneka yang sama yang dipunyai oleh sang idola. Atau saat teman idolanya itu diganggu anak lain, dia pun ikut-ikutan marah dan membelanya. Sebaliknya, ketika sang teman senang, dia pun merasa senang, dan sebagainya

WASPADAI DAMPAK BURUK

Masalahnya, walau mengidolakan teman merupakan hal wajar, Oche mengajak orang tua untuk tetap mewaspadai dampak negatif yang mungkin muncul, yakni:

* Anak menjadi "plagiator"

Kalau dia selalu berusaha menjadi seperti idolanya; baik dari sikap, perilaku, aktivitas dan kepemilikan sang idola ditiru, alhasil, ia takkan berani mengungkapkan jati dirinya karena selalu menjadi bayang-bayang sang idola. Dia pun tak yakin akan kemampuan atau kelebihannya sendiri. Dia hanya menjadi seorang plagiator.

* Selalu "mengekor"

Sang anak selalu "mengekor" kemanapun idolanya pergi. Kalaupun sang idola tak mengajaknya, dia akan menguntit atau mengikuti sang idola. Akibatnya, anak akan selalu ragu-ragu untuk bersikap. Dia juga tak mampu menunjukkan atau mengeluarkan pendapatnya sendiri.

* Meniru perilaku buruk

Perlu diketahui, perilaku dan sikap anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam konteks ini, teman yang menjadi idola dapat pula mempengaruhi atau bahkan mengubah perilaku anak. Mungkin saja, anak yang tadinya selalu bersikap manis berubah menjadi galak dan suka marah, sering membantah orang tua, agresif, suka mengumpat, dan sebagainya. Contoh lainnya, anak yang semula ceria menjadi mudah tersinggung dan sering uring-uringan. Atau anak yang tadinya terkesan pemalu berubah menjadi jahil dan nakal tak ketulungan. Syukur-syukur kalau sang anak berubah menjadi anak yang lebih bisa sikap baik karena pengaruh temannya itu. Misalnya, yang tadinya pendiam menjadi penuh percaya diri dan sebagainya.

* Mudah disuruh-suruh

Jika anak selalu mengikuti apa yang dikatakan teman idolanya, bisa jadi ia mudah disuruh-suruh. Awalnya anak dengan sukarela mau "membantu' temannya itu. Misalnya, sang teman menyuruh membelikan kue. Namun, karena keseringan disuruh-disuruh jadinya si anak terkesan dimanfaatkan atau bahkan diperintah dengan cara paksa. "Ayo dong, beliin aku permen, kalau enggak mau, aku enggak mau temenan lagi sama kamu!"

* Mudah dibujuk/dihasut

Anak menjadi mudah dibujuk atau bahkan dihasut oleh sang idolanya untuk hal-hal yang tidak benar. Misalnya, anak dibujuk untuk berbohong pada orang tuanya; dihasut agar memusuhi teman lainnya; atau dihasut agar memukul teman lainnya. Jadi, "kepolosan" sang anak disalahgunakan untuk melakukan sesuatu yang negatif.

PENANGANAN

Nah, berikut ini langkah-langkah yang bisa dilakukan orang tua untuk mengantisipasi agar anak tidak mudah terpengaruh sikap atau perilaku negatif teman idolanya:

* Mengenal teman bermain anak

Kenali dengan siapa saja anak bermain. Lalu komunikasikan pendapat orang tua mengenai teman-teman anak. Jika si kecil bertanya, "Bu, Sarah baik, kan?" Jelaskan mulai dari hal positif. "Oh iya, dia suka membantu orang lain." Kemudian lanjutkan pula dengan hal-hal lain yang perlu diketahui anak. "Tapi Sarah juga suka menyuruh-nyuruh temannya. Itu sikap yang kurang baik. Kamu jangan mengikuti perilaku seperti itu, ya."

* Tidak mengidolakan teman secara berlebihan

Beri tahu anak agar tidak mengidolakan temannya secara berlebihan. Maksudnya, boleh-boleh saja berteman tapi jangan sampai semua kemauannya dituruti atau tingkah lakunya ditiru. Apalagi sikap atau perilakunya yang negatif. Awalnya mungkin anak terkesan oleh sikap sang teman yang begitu baik. Namun, jika suatu saat anak mendapati sang idola berbuat buruk tentunya anak menjadi kecewa juga. Jadi tetaplah proporsional.

Ajarkan anak untuk berteman dengan siapa saja. Boleh mengidolakan teman tetapi perhatikan juga apakah memang terbukti ia patut dijadikan idola. Kalau pilihannya sudah tepat, mungkin anak secara tak langsung bisa "tertular" memiliki sikap atau perilaku yang baik seperti idolanya itu. Jika anak telanjur meniru perbuatan buruk, misalnya menjadi suka berbohong, jelaskan kepadanya bahwa perilaku itu tidak boleh dilakukan lagi. "Nak, bohong itu tak baik. Jangan dilakukan lagi ya."

* Mengajarkan bersikap positif

Ajarkan dia untuk memiliki sikap berani berpendapat. Jadi ketika dia punya teman yang berperilaku buruk kemungkinan tidak mudah "terkontaminasi"; tak mudah disuruh-suruh dan bisa membedakan mana permintaan tolong dan mana yang berupa perintah dalam arti menyuruh. Tanamkan padanya untuk mampu berkata "tidak!" saat diajak berbuat buruk bahkan kalau bisa justru "meluruskan" temannya. "Sarah, kata ibuku berbohong itu tak baik," contohnya.

* Terus menambah teman

Ajari anak untuk tidak takut kehilangan teman karena teman bisa dicari. Dukung ia untuk selalu menambah teman. Jadi jika sang idola jelas-jelas membawa pengaruh buruk baginya, dan si kecil sudah enggan bermain dengan si idola, tetapkan hatinya untuk menjauhi sang idola.

* Orang tua menjadi panutan

Jadilah contoh atau panutan positif bagi anak. Umpamanya, dengan suka membantu orang lain, mengajarkan sopan-santun, atau tidak bicara kasar. Alhasil, anak akan menjadikan perilaku baik itu sebagai kebiasaan. Toh, kalau anak sudah terbiasa berbuat baik karena meniru orang tuanya, maka ia tak mudah mengikuti perilaku buruk teman idolanya. Justru diharapkan anak dapat mengajarkan teman-temannya untuk berbuat baik dan menjadi idola dan model yang baik bagi teman-temannya.

DAMPAK BAGI SANG IDOLA

Menurut Oche, sang idola bisa juga mendapat imbas negatif akibat pengidolaan terhadap dirinya, yaitu:

* Jadi bossy/suka memerintah

Ia jadi terbiasa mengatur atau memerintah teman-temannya. Awalnya mungkin sekadar meminta bantuan atau pertolongan. Lama-kelamaan karena keenakan akhirnya ia jadi keseringan perintah sana-perintah sini. Kebiasaan itu bisa terus berlanjut hingga akhirnya "para relawannya" sadar dan merasa diperalat sehingga tak mau menemaninya lagi.

* Menjadi sombong

Karena merasa dirinya sosok yang "dikagumi" teman, anak menjadi haus pujian. Dia ingin selalu dianggap paling pintar atau superhebat. Dia merasa layak dipuja-puji dan diperlakukan istimewa dibandingkan teman-teman lainnya. Akibatnya dia menjadi sosok yang sombong atau angkuh.

* Ingin menang sendiri

Dia merasa dirinyalah yang paling benar dan semua temannya itu salah. Bahkan, kalau ada teman yang tak menyukainya, ia akan balas dengan membencinya.

* Merasa tertekan

Sang idola bisa saja merasa tertekan karena selalu dianggap sebagai orang yang memiliki kelebihan. Padahal, ia juga manusia biasa yang punya kekurangan. Namun karena ia tak ingin teman-temannya tahu sisi kelemahannya, akhirnya, dia selalu berusaha tampil hebat. Sementara, kelemahannya selalu ditutup-tutupi. Dengan kata lain, anak tak berusaha menjadi dirinya sendiri. Oleh karena itulah dia merasa tertekan karena dituntut menjadi sosok yang sebenarnya bukan dirinya. Apalagi kalau para orang tua teman-temannya ikut memuji sikap dan perilaku dia.
Hilman Hilmansyah. Ilustrator: Pugoeh

No comments: