Search This Blog

Wednesday, July 07, 2004

"KECIL-KECIL, KOK, DOYAN NIMBRUNG?"

Jangan kesal menghadapi anak batita yang suka turut campur dalam kegiatan kita. Manfaatkan kecenderungan ini dengan memberinya muatan nilai-nilai pembelajaran.

Perhatikan si kecil di rumah, bagaimana perkembangan perilaku, berpikir, dan berbahasanya? Pesat, bukan? Padahal rasanya baru kemarin ia lahir sebagai bayi mungil. Sementara sekarang, ia sudah mulai memahami kata-kata atau isyarat dari orang lain, menyampaikan keinginannya baik melalui gerak gerik atau kalimat sederhana, sekaligus memahami perintah dan larangan sederhana. Pada dirinya juga muncul rasa ingin tahu yang besar; ia jadi banyak bertanya, rajin mengamati keadaan sekeliling, dan gemar meniru-niru perbuatan orang lain.

Ditilik dari aspek sosial emosionalnya, ia juga mengalami kepesatan yang antara lain ditandai dengan keberaniannya untuk tampil, menunjukkan reaksi emosional, memperlihatkan minat terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan orang yang lebih dewasa, dan cenderung membuka komunikasi dengan orang yang sudah dikenalnya. Dari situlah muncul perilaku ingin ikut terlibat atau nimbrung pada diri si batita.

PERLU DIDUKUNG

Perilaku nimbrung, kata Trianda Yuliasty, Psi., dengan begitu bisa dikategorikan sebagai perilaku khas anak batita yang harus didukung. Mengapa? Karena dari aktivitas yang dilakukannya bersama ayah atau ibu akan ada informasi dan pengetahuan yang bisa diserapnya. Bahkan, semua aspek perkembangan yang dibutuhkan anak dapat terstimulasi kalau ia selalu ingin terlibat dalam aktivitas orang tua atau saudaranya yang lebih besar.

Bagaimana bentuk dukungan yang harus diberikan? Dalam aspek bahasa dan komunikasi, contohnya. Jika anak tertarik mendekati ayah/ibunya yang sedang bekerja menggunakan komputer, kepadanya bisa ditanyakan apa yang membuatnya tertarik pada benda tersebut. Boleh jadi ia belum bisa menjawab dengan jelas, jadi hanya menunjuk sambil mengucapkan kata tertentu. Saat itu orang tua bisa menegaskan kata yang dimaksud dengan mengulangi ucapan si anak dengan lafal yang benar. Misalnya, "Mau lihat komputer ini ya?" Dari sini anak akan paham bahwa benda yang membuatnya tertarik itu bernama komputer.

Untuk mengasah kemampuan anak, saran psikolog yang dipanggil Ully, jangan hanya berhenti sampai di situ. Orang tua bisa berinteraksi lebih jauh. "Sekarang Adek tekan huruf 'A', ya," contohnya sambil mengarahkan jemari ke tuts A. Lalu perlihatkan hasilnya yang tertera di monitor. Tanggapi dengan pujian, "Itu namanya huruf A. Nah, sekarang huruf B yang kita tekan ya," misalnya. Menurut Ully, dari aktivitas sederhana ini saja betapa banyak yang bisa diperoleh anak. Kendati mungkin anak tidak langsung hafal alfabet atau spontan bisa menulis, tapi setidaknya dia sudah diperkenalkan pada huruf-huruf dan perangkat komputer. Kosakatanya jadi bertambah dan kemampuan berbahasanya mengalami perangsangan.
Selain itu yang tidak kalah penting adalah interaksi antara orang tua dan anak yang akan memperkuat ikatan di antara mereka. Setidaknya anak yang merasa dihargai dan diterima apa adanya bisa memperoleh rasa aman dan nyaman yang dibutuhkannya. Dengan kata lain, orang tua sebenarnya sudah menjadi agen sosial bagi anaknya. Kondisi inilah yang kelak akan mempengaruhi pola interaksinya dengan lingkungan.

DIANGGAP MENGGANGGU

Sayangnya, sesal Ully, keinginan si batita untuk dilibatkan dalam satu kegiatan kerap dianggap mengganggu. Bukankah orang tua umumnya merasa terusik jika si batita minta disertakan dalam kegiatan apa saja? Saat orang tua hendak bekerja dengan komputer di rumah, si kecil juga ingin duduk di depannya. Bahkan sekadar ngobrol dengan tetangga pun jadi sulit karena celoteh si anak lebih ramai meningkahi pembicaraan orang tuanya.

Begitu juga saat menyiapkan bahan-bahan mentah untuk dimasak. "Wah, jangan ditanya deh bagaimana berantakannya dapur saya kalau si kecil ikut masak. Ada panci, baskom plastik, dan talenan di lantai, sementara wortel dan sayur-mayur berserakan di mana-mana," demikian cerita seorang ibu.

Harusnya dimengerti bahwa bagi anak usia 1-3 tahun, wortel dan kacang panjang merupakan barang baru yang bentuk dan warnanya amat menarik. Kegembiraannya pun jadi berlipat ganda ketika ia dipercaya ibunya untuk membantu di dapur. Hal yang sama juga terjadi kala ia diizinkan sang ayah untuk ikut serta mengutak-atik motor/mobil mereka di garasi. Buat anak, keikutsertaannya pada aktivitas orang dewasa begitu mengasyikkan dan memberi kebanggaan.
Memang, kecenderungan turut campur ini bukan penentu dari cerdas-tidaknya si anak. Bila di saat nimbrung ia tidak banyak mendapat stimulasi, kecerdasannya pastilah juga tidak akan terasah secara optimal. Yang pasti, kesenangan nimbrung sangat berpeluang menjadi jembatan menuju pintar. Dengan catatan, orang tua bisa memfasilitasinya. Keuntungannya, anak akan semakin menyerap banyak informasi hingga wawasannya kian luas.

BATASI DENGAN ATURAN SOSIAL

Namun, di waktu-waktu tertentu wajar saja jika orang tua merasa terganggu oleh campur tangan dan lontaran pertanyaan si kecil yang tiada habisnya. Sementara di saat yang sama, kita wajib menanggapi pertanyaannya. Oleh karena itu, menurut Ully, tidak salah bila saat itu orang tua mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Pertimbangannya, anak usia ini sudah bisa dikenalkan pada perintah atau larangan sederhana. Toh, dalam kehidupan sehari-hari juga ada aturan sosial yang membatasi masing-masing individu untuk tidak bertindak semaunya. Dengan kata lain, anak pun perlu mengenal hal-hal semacam itu asalkan disesuaikan dengan taraf usianya.

Aturan sosial ini penting karena di usia prasekolah anak akan mulai "bersekolah" yang mengharuskannya berhadapan dengan masyarakat yang punya sejumlah aturan sosial. Jika sampai di usia prasekolah anak masih belum paham mengenai larangan dan perintah, sulit bagi anak untuk menerima keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks karena hampir semua interaksi di sekolah disampaikan melalui bahasa.

Akan tetapi harus dipahami bahwa pengenalan terhadap perintah sederhana pastilah tidak selamanya berjalan mulus. Ada saat-saat tertentu dimana orang tua relatif mudah mengalihkan perhatian anaknya, tapi ada kalanya perlu upaya ekstra. Namun, melalui bahasa yang sederhana dan aturan konsisten, anak lambat laun akan tahu bahwa ada hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Di lain pihak, jika kebiasaan nimbrung ini masih bertahan sekalipun orang tua sudah berusaha mengarahkan perhatiannya pada hal lain, boleh jadi penyebabnya adalah penanganan yang kurang tepat. Bisa karena sikap kedua orang tua yang kurang konsisten atau malah karena ayah dan ibu tidak seia-sekata. Saat ayah melarang, si ibu malah mengiyakan. "Kalau ini yang terjadi, berarti anak tidak memperoleh informasi yang jelas karena dalam satu rumah ada ketidakkonsistenan aturan main," tukas Ully.

WAJAR KALAU BEDA

Meski sama-sama muncul di usia batita, tetapi perkembangan-perkembangan tersebut bervariasi antara anak yang satu dengan yang lain, baik dari kadarnya maupun saat kemunculannya. Dikatakan oleh Ully, anak merupakan individu unik yang tidak akan pernah sama persis dengan individu lain. Yang pasti, lanjutnya, usia 1-3 tahun merupakan masa dimana anak mencapai peningkatan pesat dalam beberapa aspek perkembangan.

Perbedaan-perbedaan itu antara lain disebabkan oleh faktor internal seperti kondisi fisik, termasuk asupan gizi, temperamen (bawaan), dan ada-tidaknya kelainan perkembangan, serta faktor eksternal yakni lingkungan. Soal temperamen, sebetulnya sejak bayi orang tua sudah bisa mengetahui apakah anaknya termasuk "anak sulit" atau sebaliknya. Kendati salah satu ciri utama batita adalah besarnya rasa ingin tahu, tapi masing-masing anak memiliki ciri khas masing-masing dalam memuaskan rasa ingin tahunya. Ada yang bisa tenang mengeksplorasi mainan, tapi ada juga yang begitu bersemangat melakukannya.

Namun secara umum, lingkungan eksternal sangat berpengaruh pada perkembangan anak. "Anak yang memperoleh kasih sayang dan dukungan dari lingkungan terdekatnya umumnya akan memiliki keberanian lebih untuk mengeksplorasi sekelilingnya," ungkap Ully pula. Kondisi ini memungkinkannya mencapai peningkatan perkembangan aspek-aspek tadi secara optimal.
YANG PERLU DIPERHATIKAN ORANG TUA

* Orang tua harus menguasai seni menengahi perilaku nimbrung tanpa harus membunuh sifat alamiah si batita. Jangan sampai gara-gara dilarang anak jadi tidak berani bereksplorasi karena merasa diremehkan, dipaksa dan kehilangan rasa aman.

* Gaya bahasa, nada suara dan gerak-gerik orang tua akan sangat menentukan apakah larangan yang disampaikan dipersepsikan sebagai paksaan atau tidak. Pilihan kalimat dan alternatif kegiatan akan mengungkap apakah orang tua mengabaikan kebutuhan anaknya atau tidak. Ketegasan, kelembutan yang dipadukan dengan kepedulian akan menciptakan suasana yang tidak memaksa sekaligus tidak bisa dibantah.

* Gunakan kalimat yang sesuai dengan usia/pemahaman anak, tunjukkan bahwa Anda menerima keinginannya.

* Jika awalnya anak merengek atau berusaha menawar, orang tua harus menjelaskannya sesuai dengan tingkat kemampuan berbahasanya tanpa harus kehilangan kendali emosi. Dengan demikian anak jadi belajar mengelola kekecewaannya tanpa harus merasa diabaikan atau ditolak oleh orang tua.

* Tetaplah bersikap tenang dan jangan pernah panik agar pikiran tetap kreatif dan perilaku tetap terkendali.

* Sempatkan waktu untuk mencari tahu keinginan anak saat itu, baik dengan bertanya maupun mengamati.

* Biarkan anak menentukan kegiatan atau mainan lain untuk mengisi waktunya selama orang tua tidak bisa diusik.
* Bimbing anak bermain dengan mainan dan kegiatannya sendiri secara lembut dan suportif bila ia menunjukkan sikap tidak mau beranjak pergi sendiri.

* Tetaplah berpikir positif meski perilaku batita kerap merepotkan. Jangan pernah lelah melatih diri untuk bersikap lebih sabar, lebih kreatif dan lebih arif menghadapinya.

* Kalau anak bertahan ingin dilibatkan, orang tua harus berperan memutuskan keinginannya dengan tetap mengendalikan emosi.

* Kalau orang tua tidak yakin mampu mengatasi perilaku si batitanya, usahakan untuk tidak mengerjakan tugas penting dalam jangkauan/pandangan anak. Contohnya, komputer dan perangkat lain yang tidak ingin "disentuh" oleh si kecil sebaiknya diletakkan di ruang khusus.

* Berikan anak mainan favoritnya sebelum orang tua mengerjakan tugas. Untuk anak yang sudah paham komunikasi yang lebih kompleks, jelaskan apa yang akan dikerjakan orang tua dan apa yang diharapkan orang tua darinya selama itu.

* Optimalkan keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak sehari-hari. sehingga kebutuhannya akan rasa aman, kehangatan, dan kasih sayang bisa terpuaskan. Dengan cara ini, anak akan lebih mudah diberi pemahaman bahwa ada saat-saat tertentu dimana orang tua tidak bisa diganggu karena anak yakin sesudah itu orang tuanya akan menyediakan waktu khusus baginya.
Gazali Solahuddin. Foto: Iman/nakita


1 comment:

Paul Krenz said...

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Saya Paul, bule Muslim dari Amerika, tapi tinggal di Indonesia sekarang. Saya teman Ully (Trianda Yuliasty). We were good friends in 1998 and 1999. I lost her email a long time ago. Can you help me find her? Do you know Ully? Please tell her to sms me 081574650253. Terima kasih banyak! :-)